Gedung Dibakar, dan Dalang Oligarki yang Bertepuk Tangan

Membakar gedung bukanlah tradisi kita. Merusak pintu dan menerobos gerbang mungkin masih bisa dibaca sebagai luapan amuk massa yang frustasi, sebuah bahasa brutal untuk memaksa para penguasa di ruang rapat yang dingin mendengar gelombang panas di jalanan. Itu bahasa yang salah, tapi bisa dimengerti: rakyat ingin didengar, bahkan dengan cara memalukan.

Tapi ketika api membesar di mana-mana, ketika kerusakan berubah menjadi penghancuran sistematis, di situlah nalar kita harus berhenti dan bertanya: siapa yang sebenarnya berkepentingan dengan chaos?

Saya tidak percaya ini murni amarah mahasiswa. Saya mencium tangan-tangan gelap yang main api. Oligarki yang terusik kepentingan ekonominya, yang dagangannya terganggu, yang kontraknya terancam, merekalah yang paling diuntungkan dari narasi “demonstran ganas dan tak terkendali”.

Mereka menyusup, memobilisasi, dan membayar preman untuk membakar citra gerakan mahasiswa. Tujuannya jelas: mengalihkan perhatian dari tuntutan substantif, mengubah demo menjadi kerusuhan, dan membalikkan opini publik, sehingga yang disorot bukan lagi kebijakan yang salah, tapi pembakaran yang mereka sendiri dalangi.

Dan para pejabat? Lihatlah penjarahan rumah anggota DPR. Itu bukan kemenangan. Itu adalah tanda bahwa kepercayaan sudah habis, bahwa batas kesabaran sudah terlampaui. Itu pelajaran berdarah, bahwa ketika rakyat merasa tak didengar, mereka bisa mengambil dengan paksa apa yang mereka rasa telah dirampas.

Tapi jangan terkecoh. Jangan jatuh ke dalam perangkap oligarki ini.

Kepada para pemuda dan mahasiswa: jangan biarkan amarahmu dibajak. Jangan jadi pion dalam permainan besar yang kalian tidak tahu ujungnya. Bersikap bijak bukan berarti lemah. Bersikap arif justru adalah kekuatan sejati. Tetaplah kritis, tapi jangan brutal. Tetaplah militan, tapi jangan dijual.

Waktunya sudah terlalu sempit untuk bermain dengan api orang lain. Kita butuh kecerdasan, bukan sekadar keberanian. Kita butuh strategi, bukan sekadar teriakan.

Karena yang kita hadapi bukan hanya pemerintah yang tuli, tapi juga oligarki yang licik, yang siap membakar negeri ini hanya untuk menyelamatkan bisnisnya.

Jangan beri mereka kesempatan.

Editor : Riky Galung M.Pd

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top